Sepotong Pantai di Pulau Putri Batam
Kalau sudah di pulau kecil ini, rasanya tidak kenal hiruk-pikuk dunia. Tenang dan damai. Seperti jauh dari Batam. Bersama teman dari Amerika Serikat, Daniel Turner dan tiga teman lainnya, Arya Laksamana Nugroho, Egy Setyadi, dan Andika Kusuma alias Saga, kami merencanakan piknik ke Pulau Putri, dua hari sebelum kebarangkatan. Kami memilih waktu sore untuk mengunjungi pulau di wilayah Nongsa itu.
Untuk menuju pulau Putri, kami terlebih dahulu ke pantai Nongsa. Di pantai ini berjejer kapal-kapal yang menyediakan jasa penyeberangan ke pulau putri. Sebelum berangkat, kami menikmati suasana kampung dan pantai yang berpasir putih. Memanjakan mata di atas restoran yang berdiri di laut.
Setelah perahu bermesin yang akan mengantar kami sudah siap, kami pun meluncur membelah laut yang biru. Sewa perahu ke pulau Putri dan kembali Rp10 ribu per orang. Bisa juga dicarter dengan tarif Rp60 ribu pulang pergi. Tapi kalau bersama bule, penambang pompong suka menaikkan tarif. Jadi harus pintar-pintar menawar. Hanya sekitar 7 menit, perahu pun merapat di pantai pulau Putri. Sepotong pantai yang tak jauh dari hiruk-pikuk Batam.
Begitu mendaratkan kaki di pasir pantai yang putih, kami langsung berlari-lari, menjelajahi pulau yang sangat kecil itu. Bermain ayunan di bawah pohon. Bermain air laut yang bening. Ingin rasanya mandi, tapi tak membawa baju ganti. Puas bermain air, kembali kami menikmati pasir. Pasir di pulau Putri ada tiga bagian. Mulai yang kasar sampai yang sangat halus seperti tepung.
Di pulau itu, tumbuh pohon-pohon yang rindang dan menghalangi dari sengatan terik matahari sore. Di balik lindungan pohon itulah kami merebahkan diri di pasir yang halus. Menikmati ketenangan dan menyegarkan pikiran. Kami merebahkan diri. Dulu ada kapal kayu yang terdampar di pulau itu. Sekarang pantai itu dibatasi dengan beton berbentuk bundar yang bersusun-susun untuk menghindari abrasi. Jadi semakin cantik.
Selain pohon-pohon, ada satu bangunan instalasi menara suar di bawah pengawasan Distrik Navigasi Klas I Tanjungpinang, Dirjen Perhubungan Laut. Mercusuar yang menyala di lantai paling atas menara suar itu berfungsi menuntun kapal-kapal agar tak kandas atau menabrak gugusan karang di sekitar pulau tersebut.
Kemudian ada sebuah tugu setinggi 160 centimeter di gugusan pasir pulau Puteri, sejak setahun lalu. Di tugu itu, terpahat lambang negara garuda pancasila. Di bawah lambang itu, tertulis Negara Kesatuan RI, Pulau Nongsa dan koordinat 01 derajat 12′ 29″ Lintang Utara dan 104 derajat 04′ 47″ Bujur Timur.
Matahari sore bisa dinikmati di sini sembari melihat bangunan menjulang di Singapura. Hanya saja, sore itu langit agak berawan sehingga pandangan hanya samar-samar. Hingga pukul 17.00 WIb, kami menjelajahi pulau ini, kemudian dijemput untuk kembali ke Batam.
”Bisa bermalam di pulau ini, bisa pakai tenda atau beralas terpal saja di pantai. Cukup bayar uang kebersihan dan air saja,” kata bapak yang mengantar kami dengan perahunya.***
(221)