Berkenalan dengan Negeri al-Maghribi, Maroko
Setelah Oman, negera Arab di Benua Asia, Maroko menjadi negara Arab kedua yang resmi saya kunjungi. Meski termasuk negara-negara Arab, Maroko letaknya di Benua Afrika. Sejajar dengan Mesir, Tunisia, dan Aljazair di Afrika bagian utara. Berkunjung ke Maroko bebas visa.
Maroko memiliki kultur yang sangat kaya dan unik. Perpaduan Afrika, Asia (Arab), dan Eropa. Inilah negara Arab yang paling ujung barat di tanah Afrika. Kota paling ujung, Tangier, hanya dipisahkan Selat Gibraltar dengan Spanyol di Benua Eropa. Jaraknya hanya 13 kilometer dari ujung selatan Benua Eropa itu.
Nama resmi Maroko adalah Al Mamlakah al Maghribiyah atau Kerajaan Maroko. Nama Arabnya al-Maghrib al-Aqsa, yang artinya ujung barat. Meski secara geografis sejajar dengan Spanyol dan Prancis (negara yang pernah menguasai Maroko), zona waktu yang digunakan mengikut zona waktu Inggris. Ibukotanya Rabat, tetapi kota terbesarnya Casablanca. Penerbangan internasional rata-rata mendarat di Bandara Internasional Mohammed V Casablanca.
Ketika tiba di Casablanca, saya harus menyetel mundur waktu di telepon seluler. Perbedaan waktunya dengan Indonesia bagian barat tujuh jam. Saat itu pukul 07.45 waktu setempat, sementara di Indonesia bagian barat sudah pukul 14.45. Di pintu kedatangan disambut dengan tulisan selamat datang dalam bahasa Arab dan bahasa Prancis. Petunjuk dan nama jalan juga selalu ditulis dengan dua bahasa itu.
Warga Maroko dominan bangsa Arab. Bahasa utamanya Arab, Berber dan Prancis. Sehari-hari, masyarakat bergaul dan mengobrol menggunakan bahasa Arab. Di bandara, di stasiun kereta, dan tempat keramaian, semua penduduk lokal berbicara bahasa Arab.
Lalu kapan mereka berbahasa Prancis? Seorang mahasiswa yang saya tinggali apartemennya di Marrakesh mengatakan mereka menggunakan bahasa Prancis untuk administrasi negara dan pengantar pendidikan di sekolah dan kampus. “Semua sekolah dan perguruan tinggi belajar dalam bahasa Prancis,” kata Moustapha Amentag, 24.
Saya kemudian menanyakan alasan penggunaan bahasa Prancis dibanding bahasa Arab di sekolah. Mahasiswa jurusan ilmu komputer itu, tak tahu pasti juga. Ia hanya mengatakan penggunaan bahasa Prancis adalah buah dari kebijakan pemerintah. Saat ini, Maroko memang dibawah kekuasaan Raja Muhammad VI yang berpendidikan Barat. Raja muda ini dikenal sebagai generasi modern dan mendukung pluralisme meski ia berasal dari keturunan Berber.
Suku Berber adalah penduduk asli Maroko. Mereka etnis kulit putih dari Afrika Utara. Berkultur Arab. Mereka konon masih mempunyai garis keturunan dengan Rasulullah dan merupakan penganut agama Islam bermadzhab Maliki. Penduduk Maroko memang mayoritas Islam.
Walau masih berkultur Arab tetapi Maroko negara yang bebas. Termasuk di Marrakesh yang saya kunjungi awal November lalu. Segala hiburan ada di sana. Mulai hiburan berbau tradisional dan budaya, sampai hiburan ala Barat. Pusat hiburan itu ada di Jemma al Efnaa. Alu-alun yang luas dan jadi episentrum. Warga lokal dan turis bertemu di sini dan tumpah ruah dari sore hingga tengah malam. Interaksi antara warga lokal dan turis sangat intens.
Mereka berjualan dan menyajikan berbagai atraksi. Setiap melihat turis, mereka langsung menyapa dan menawarkan jualan. Kafe-kafe ada di mana-mana dan ramai dikunjungi warga lokal dan turis. Semangat keislaman tidak menghalangi masyarakat setempat untuk hidup maju dan berkembang.
Tak heran jika di kota-kota besar di Maroko kafe-kafe tumbuh subur, sebab masyarakatnya juga mempunyai budaya nongkrong. Kebiasaan yang lazim ditemui di negara-negara maju. Namun tak banyak wanita yang nongkrong di kafe. Kalaupun ada, mereka punya tempat tersendiri di bagian yang tertutup.
Sepengamatan saya, laki-laki dan perempuan tak masalah jika berinteraksi. Seperti halnya di Indonesia. Di tempat umum, seperti halte bus, tak ada yang keberatan berbagi tempat duduk. Kemudian mereka saling menyapa dan mengobrol. Pernah sekali waktu, saya terpaksa ‘nongkrong’ di halte karena hujan. Di halte itu, perempuan dan laki-laki berbagi tempat duduk. Bahkan mereka yang tak kebagian tempat duduk, berdiri sambil berdesakan hingga tak ada jarak antara pria dan wanita.
Di bus, tidak ada pemisahan tempat duduk antara wanita dan pria. Bebas memilih tempat duduk. Kereta yang saya tumpangi dari Casablanca ke Marrakesh juga tidak menyiapkan gerbong khusus perempuan atau kursi yang memisahkan perempuan dan laki-laki. Bebas memilih tempat duduk. Kecuali gerbong kelas satu yang sudah ditentukan nomor kursinya.
Begitu juga cara pakaian lebih bebas. Tidak semua perempuan mengenakan hijab dan pakaian syar’i. Mereka bebas memilih. Mengenakan hijab atau tidak. Jadi saat di tempat umum, beberapa perempuan yang saya temukan berpakaian seperti wanita di Indonesia. Berbaju lengan pendek, celana atau rok panjang dan tanpa jilbab. Beberapa malah mengenakan baju ketat hingga membentuk lekuk tubuh meski tak sampai mengumbar dada dan paha.
Meski negara yang bebas, tak bebas memotret di Maroko. Jangan pernah mencoba menjempret sembarangan. Walau berniat membeli atau menonton, mesti hati-hati ketika mengambil foto. Terutama orang dan pertunjukan tradisional yang digelar dengan embel-embel mengamen. Sebab bisa jadi diteriaki dan jadi ‘tersangka’. Bahkan diminta membayar.
Pada hari pertama mengunjungi Jemma al Efna, saya sudah sangat hati-hati dan menjaga sikap agar tak memotret sembarangan. Tapi tergoda juga untuk memotret pertunjukan oleh pawang ular kobra. Dari jauh, saya memotret supaya tak menarik perhatian. Sekitar 200 meter. Namun pria yang sedang memainkan ular kobra itu mengetahui.
Ia lantas berteriak dan menunjuk-nunjuk ke arah saya. Pura-pura tak mengetahui maksudnya, ia mendekati saya dan meminta uang. Saya menolak dan berlalu dari hadapannya. Ia tidak protes. Padahal sesungguhnya saya takut. Bagaimana kalau ia mengejar atau dia mematukkan ularnya ke tubuh saya? Bisa-bisa jadi pusat perhatian!
Dihari lainnya, lagi-lagi saya tergoda memotret sekelompok pria yang sedang menari. Saya meyakini mereka kelompok yang tampil gratis untuk acara The 22nd session of the Conference of the Parties (COP 22). Konfrensi Perubahan Iklim PBB yang diselenggarakan di Marrakesh. Rupanya bukan.
Saat menjempret, tiba-tiba satu dari kelompok pria itu berteriak sambil menunjuk ke arah saya. Ini benar-benar membuat saya jadi pusat perhatian. Rasanya seperti tersangka dan membuat malu. Seorang pria lainnya lalu mendekat dan meminta uang. Saya merogoh kantong dan menyerahkan satu rial, lalu saya bergegas pergi.
Tak hanya atraksi yang tak boleh difoto gratis, memotret orang dan souvenir jualan juga tabu. Kalau memotret dan mengarah kepada seseorang, ia akan langsung memolototi dan melarang. Ketika jalan-jalan di Kota Tua Medina yang banyak terdapat souk, saya melihat seorang turis bule tertarik melihat lampu hiasan yang menggantung. Ia hendak memotret dan tiba-tiba pemiliknya berteriak melarang sembari menghalang-halangi.
Tetapi si bule ngotot ingin memotret. Sikap bule itu membuat pemilik toko nyaris merampas kamera turis yang terus berusaha memotret. Jadi kalau berkunjung ke Maroko nikmati saja kebebasan dan aturan yang tak tertulis itu. (*)
(11418)
Waaaah, baru tau loh kalo di Maroko ga boleh bebas jepret. Serem juga ya bang. Kalau gitu kita mesti sediain tele zoom lens yg buat hape ya, biar bisa foto dari jauh tanpa mereka tau, hehe..
Iya, makanya turis suka motret dari jauh aja 🙂
Waaaah….sudah umum berarti ya di sana gak boleh memotret sembarangan. Ada bagusnya juga. Tapi pasti gatel tangan buat yang suka cekrak-cekrek kayak saya 😀
Iya, aturan tak tertulis 🙂
Tapi gatal kalo gak motret-motret
Penginnya saya ke maroko. Hope next time will be there with my family.
Kalo bareng keluarga, okay banget menurut saya. Transportasi nyaman, makanan okay, masuk free visa 🙂
Catet. Kalo ke Maroko kudu siapin lensa tele. Beli yang kecil aja buat dipasang di HP, hehehe..
Pertama kali kenal nama al-Maghribi itu waktu aku di pondok. Di pondokku dulu, tiap-tiap bangunannya pake nama-nama negara Islam, seperti Maghrib, Andalus, Palestine, dll.. Dulu sih cuma sekadar tau aja, kalo Maghrib dan Maroko itu sama. Dari tulisan bang Uma ini jadi lebih mengenal lagi, terutama soal bahasa Perancis itu.
Iya, harus siapain tele. Kalo foto dekat-dekat, alamat berurusan dengan orang yang difoto. lol
bang uma bandel heheh…. tapiii siapa sih yang gak pengen foto foto kalo udah berada di negara lain ya ??
Gimana gak bandel, semuanya bikin mata dan tangan gatal untuk segera memotret 🙂
Tulisanmu membuatku ingin ke sana suatu hari… Trims sudah menuliskannya.
Terima kasih sudah berkunjung dan membaca. Semoga bisa segera ke Maroko ya! 🙂
AAMIIN, SAYA MEMBACA DAN MENYIMAK BANG. INGIN SEKALI BISA TERWUJUD KE MAROKO.AAMIIN
Semoga pandemi ini segera berakhir dan kita semua bisa mewujudkan rencana traveling ke luar negeri/
Seneng blog ini. ceritanya padat dan jelas . fotonya jg bgs2.
Terima kasih kunjungannya. Semoga bermanfaat ya! 🙂
Kayanya org aljazair pun pada tidak boleh berpoto ria…..saya punya kenalan di pinta poto dia bilang ga ada…pas vidcall…saya jepret saya unjukin…dia marah2….haram ktnya…
Iya rata-rata di Afrika Utara (Arab Afrika) alasannya karena haram.
Untung di kasih tahu..pas sebelum berangkat..Sy jg suka menjelajah..foto foto pasti..bearti di Maroko jepret nya kudu hati hati ya bang..makasih info nya bang Ahmad Sultan
Iya. Kalau motret objeknya orang, minta izin dulu. Atau motret di pasar souvenir, tanya dulu bisa dipotret apa gak.
maroko al mahgrib insya Allah sy akan datang dari Jenepomto celeungsi bogor
Amin. Semoga bisa secepatnya dan selamat menikmati perjalannya!
maroko al mahgrib insya Allah sy akan datang dari Jeneponto celeungsi bogor
Mohon info, km mau kuliah ksn, ada gk kwn yg bs bantu infonya
Saya ketemu beberapa warga lokal sana yang kuliah di salah satu universitas.
Orang Maroko lebih Arab atau Perancis gaya hidupnya, Mas?
Trims liputannya.
Lebih Arab sih. Sehari-hari tetap pake bahasa Arab. Hanya di sekolah aja ada yang pake bahasa Prancis.
Sifat dan karakter Orang Maroko seperti apa ya?
Lumayan agak keras ya. Gak begitu ramah seperti kita orang Indonesia. Tapi banyak kok yang baik!
Bener gak sih kalo org maroko itu jarang mandi?
Trus kenapa ya aku lihat di sosmed gtu jarang sekali wanita org arab menggunakan sosmed, ada sih beberpa yg menggunakan sosmed, tp kebanyakan dr mereka kalau upload foto wajah nya di blur gitu tp badannya dinampai/di biari terlihat, baik itu yg berhijab ataupun yg tidak menggunakan hijab.
Terimakasih bg, salam dr org medan
Entah ya kalo jarang mandi, masa sih iya cuacananya panas jarang mandi. Mungkin kalo musim dingin kali baru jarang. Orang Arab Maroko masih ada hal-hal tabu soal foto,
Assalamualaikum Mas Ahmadi.
boleh minta kontak mas? lagi coba crate perjalanan Maroko – Portugal. Tapi, ga cuma mau kunjungi objek yang orang sudah tahu (khususnya) makam para wali/ tempat petilsan Islam lainnya yang belum pernah diangkat sebelumnya. siapa tahu bisa berdiskusi dengan mas.
Wassalamualaikum.
Via.
Waalakiumsalam. Bisa hubungi saya dulu lewat email umasoultan888@gmail.com. Terima kasih
Hai kak, makasih ya. ulasannya sangat membantu sekali untuk tugas kuliah saya. salam kenal, sy Fatwi dr Politeknik Pariwisata Makassar.
Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya. Senang kalo konten saya bisa membantu. Semoga cepat lulus ya.
Terimakasih banyak kak . Blognya sangat menarik dan bermanfaat. Kebetulan insya allah mau kuliah antara di maroko/mesir, mau cari-cari di maroko/mesir itu seperti apa 🙂
Bang kira² berapa budget ksana ya..
Saya pernah brkenaln dy org sana tpi brkukit hitam..
Budget gak terlalu besar ya. Karena harga-harga di Maroko masih standar lah kayak di Jakarta. Gak kayak di Eropa. Cuma tiket ke sana yang lumayan. Tiket mulai kisaran 7 juta.
Mas saya ada tawaran kerja sebagai terapi massage & refleksiologi di Maroko tapi sy kendala di bahasa apakah di Maroko bisa mnggunakan bhsa Inggris?
Bisa pastinya, apalagi tempat wisata. termasuk tempat terapi massage & refleksiologi
Mas saya ada kenalan wanita Maroko, mau nnya klo pernikahan dengan wanita Maroko itu dilarang engk y, trus tradisinya gmn? Bisa dibawa pulang ke indo ga.. Thks mas
Saya tidak terlalu tau secara detail mengenai pernikahan dengan wanita Maroko. Tapi saya yakin tidak ada yang larangan menikah dengan wnita Maroko.
Masya Allah subhanallah, oh ya kak biaya ke Maroko berapaan,.
Untuk tiket sih bisa dapat yang 5-7 jutaan dengan maskapai Saudi Airlines. Rajin-rajin aja cek harga tiket di skyscanner. Untuk penginapan dan makan di sana harganya relatif kayak di Indonesia.