2nd Wonderful Indonesia Nongsa Regatta 2017, Menaklukkan Monsoon di Laut Nongsa
Nongsa Point Marina and Resort kembali menggelar 2nd Wonderful Indonesia Nongsa Regatta, pada akhir pekan, pengujung Januari lalu. Lomba tahunan yang digelar Nongsa Point Marina and Resort ini sebenarnya berlangsung tiga hari, 20-22 Januari. Namun saya baru mendapat kesempatan menyaksikan Nongsa Regatta pada hari ketiga atau hari terakhir. Saya datang bersama teman dari Prancis dan teman-teman blogger.
Pukul 10.15, kami sudah tiba di Nongsa Point Marina and Resort. Langit cerah berawan. Di marina yang dijejali kapal layar yang sedang sandar, beberapa peserta sedang bersiap mengikuti lomba hari terakhir. Lomba dimulai lebih cepat dan berakhir lebih cepat dibanding hari pertama dan hari kedua.
Tahun ini adalah penyelenggaraan kedua dan didukung Kementerian Pariwisata sehingga bertitel 2nd Wonderful Indonesia Nongsa Regatta 2017. Nongsa Regatta adalah event yang menyelenggarakan perbagai perlombaan untuk yacht irc, kapal layar, multihulls, termasuk stand-up paddleboard dan radio control sailboat.
Lomba ini diikuti 9 tim yacht, 20 dinghy dan 6 radio control sailboat. Sembilan peserta lomba yacht dibagi dalam kelas A untuk umum dan kelas B untuk yacht dengan IRC ratings dibawah 1.000. Meraka datang dari tujuh  negara. Antara lain, Singapura, Amerika Serikat, dan Italia.
Penyelenggaraan 2nd Wonderful Indonesia Nongsa Regatta 2017 digelar tepat pada puncak musim hujan. Musim ini dianggap terbaik untuk mengadakan lomba perahu layar. Sebab, puncak musim monsoon atau angin utara akan sangat ideal untuk perlombaan kapal layar modern bertenaga mesin itu.
Benar saja, ketika lomba akan dimulai, langit berubah gelap. Angin semakin kencang. Tetapi tak menyurutkan nyali para peserta. Sembilan kapal layar sudah pemanasan di area lomba. Tepatnya di perairan Nongsa atau 2 mil dari pantai NPM. Layar tertiup angin kencang dan menimbulkan suara. Kapal kadang terhempas dan memecah ombak. Mengangkat air laut ke atas dan membasahi tubuh. Angin kencang itu membuat peserta semakin semangat untuk menaklukkan tantangan.
Lomba kemudian dimulai. Ditandai dengan bunyi terompet. Sembilan kapal layar segera meluncur. Melesat meninggalkan garis start. Kami menyaksikan lomba itu dari atas kapal pesiar Catamaran milik Nongsa Point Marina and Resort. Kagum melihat mereka berusaha menaklukkan angin utara. Mereka bukan saja para pria yang memang pantas mengikuti lomba. Namun diantara para pria-pria itu, ada beberapa wanita.
Melihat mereka, para wanita itu, saya tak mau kalah. Bukan berarti saya ikut lomba lho! Tapi setidaknya tak mabuk laut karena kapal yang kami tumpangi berayun-ayun. Saya khawatir mabuk laut akan menular. Sebab seorang teman blogger sudah muntah-muntah sebelum lomba dimulai.
Syukurlah, selama di kapal tak terjadi apa-apa. Malah saya menikmatinya. Yah, seperti sebelum-sebelumnya. Kalau sudah bertemu yang namanya laut, saya selalu bergairah. Bersemangat dan seperti berada di rumah kedua. Sampai kembali lagi ke marina, gairah itu tak hilang.
Setiba di marina, perlombaan dinghy sedang berlangsung. Dinghy ini perahu kecil dengan panjang antara 2-6 meter. Jenis dinghy yang digunakan untuk lomba ini adalah sail dinghy yang dilengkapi layar. Lebih mirip jong tetapi bisa ditumpangi. Jadi lombanya tetap mengandalkan angin dan kepiawaian penumpangnya. Lombanya tak kalah seru dengan lomba yacht. Pesertanya remaja Indonesia.
Kemudian sore hari, giliran lomba radio control sailboat. Kalau lomba yacht di laut lepas dan lomba dinghy di area marina, lomba radio control sailboat di pantai depan Nongsa Point Marina and Resort. Peserta yang rata-rata expatriat, duduk di pinggir pantai sembari mengontol perahu yang berlayar di laut. Penonton juga ramai-ramai duduk di pantai menyaksikan lomba.
Disela-sela menyaksikan lomba itu, kami juga mengunjungi Vessel Vega, kapal layar kuno dan bersejarah yang sedang lego jangkar di Nongsa Point Marina and Resort. Kapal layar asal Norwegia ini ditumpangi sepasang suami istri asal Selandia Baru. Shane Granger dan Margarete Macoun atau biasa disapa Meggie. Mereka telah keliling Indonesia dan membawa misi kemanusiaan.
Kapal berusia 125 tahun ini masih mengandalkan tali tradisional dan dijalankan secara manual sehingga diperlukan tenaga manusia dan kemampuan melihat arah angin untuk mengatur sembilan layarnya. Keaslian kamar mandi tradisonal juga masih dipertahankan. Namun kapal sudah dilengkapi dengan sistem navigasi yang canggih.
Kami berbincang-bincang dengan pemiliknya dan mengungkapkan mereka sedang mencari volunteer asli Indonesia. Volunteer ini bertugas membantu mereka selama pelayaran dan misi kemanusia yang dijalankan. Saat mendengar itu, saya tertarik. Ingin rasanya membuktikan bahwa darah pelaut mengalir dalam tubuh saya. Sayangnya, mereka mencari yang berpengalaman!
(260)
Asik bang, bisa ngambil foto pas yachtnya start, keren.
Semoga tahun depan lebih banyak peserta yang ikut. Dan kapal Vega itu keceh, salut deh sama suami istri yang berlayar untuk misi kemanusiaan.
Eh emang gak dapat pas yacht start? wah berarti berkah buat kami yang datang hari terakhir 🙂