Objek Wisata yang Hits di Semarang
Kota Semarang tidak asing lagi bagi saya. Belasan tahun lalu, saya pernah mengunjunginya. Karena sudah sangat lama, pastinya sudah banyak yang berubah. Kali ini, saya mengunjungi objek wisata yang hits di Semarang. Saya ke Semarang setelah empat hari mengeksplore Kota Yogyakarta.
Kota Yogyakarta dan Semarang terbilang dekat. Dari Yogyakarta, banyak pilihan moda transportasi yang bisa digunakan. Mulai travel, bus, kereta, hingga pesawat terbang. Jaraknya yang tidak terlalu jauh membuat saya memilih travel Daytrans yang punya banyak jadwal keberangkatan.
Saya pilih keberangkatan pagi, supaya bisa tiba siang di Semarang. Paling tidak, mendekati jadwal check in di hostel. Di Kota Yogyakarta, pool Daytrans berada di Jalan MT. Haryono No.1. Tiket sudah saya beli online sehari sebelumnya. Selain online, tiket juga bisa dibeli langsung di beli di pool Daytrans.
Sekitar pukul 10.15 minibus Daytrans berangkat. Melewati Magelang. Tiba di Kota Semarang pukul 12.30 WIB. Dari pool Daytrans, saya menumpang ojek ke hostel yang tak jauh dari Simpang Lima Semarang. Saya sengaja memilih penginapan di dekat Simpang Lima Semarang supaya cukup jalan kaki ke mana-mana. Terutama Kota Lama, objek wisata yang hits di Semarang.
Usai check in, saya mengurungkan niat untuk langsung menjelajahi Kota Semarang karena cuaca sangat panas. Saya leyeh-leyeh di kamar yang berpendingin udara sambil nonton acara tivi. Padahal tadinya ingin segera ‘roaming’ sambil mencari makan siang. Niat itu tertunda hingga matahari mulai miring ke barat.
Perut yang keroncongan memaksa saya keluar dari kamar hostel dan pergi ke kota lama. Kota Lama Semarang berada di Jalan Letjen Suprapto, Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara. Saya jalan kaki saja meski sinar matahari masih menyengat. Tubuh saya sedikit berpeluh saat tiba di kawasan kota lama.
Kota Lama Semarang banyak dijejali bangunan lama peninggalan kolonial bergaya Eropa. Banyak yang sudah direvitalisasi sehingga makin cantik dilihat. Bagi penggemar arsitektur bangunan lama, ini tempat yang pas untuk berfoto. Termasuk di depan bangunan yang tak terawat dan ditumbuhi akar pepohonan.
Namun yang paling banyak dikunjungi adalah bangunan Gereja Blenduk yang jadi ikon kota lama. Persis di sampingnya ada Taman Srigunting. Di taman ini saya menemukan penjual makanan yang murah meriah. Saya memesan soto dan es teh karena lapar dan kehausan. Sementara pengunjung kebanyakan menikmati gorengan.
Penasaran dengan gorengannya yang laris manis, saya juga memesan pisang goreng setelah menyantap soto. Memang rasanya enak. Tak heran, pengunjung banyak menikmati gorengan sambil santai di Taman Srigunting. Taman ini tidak begitu luas, tetapi cukup lumayan untuk tempat bersantai sambil melihat bangunan di sekitarnya.
Di Kota Lama, pengunjung juga bisa berkeliling dengan sepeda, kongkow-kongkow di kafe tematik, berfoto di Museum 3D Trick Art, atau berkunjung ke Semarang Contemporary Art Gallery dan membeli barang-barang antik atau barang loak. Barang-barang antik bisa ditemukan di pasar khusus yang berada dalam bangunan. Namanya Pasar Klitikan.
Hingga malam, suasana di kota lama tetap hidup. Terutama di sekitar Gereja Blenduk. Saya sendiri tidak begitu jauh mengeksplore kota lama dan lebih banyak duduk di Taman Sri Gunting. Terakhir saya mencari-cari bangunan yang ditumbuhi akar pohon, Rumah Akar, tetapi tidak ketemu. Mungkin karena sudah gelap jadi tidak menemukannya.
Saya pun pulang ke hostel. Sembari mencari-cari warung makan sepanjang perjalanan pulang. Saya juga mengamati suasana kota Semarang yang benar-benar sudah berbeda dari yang saya lihat belasan tahun silam. Tentunya sudah lebih tertata dan makin maju. Hanya cuaca panasnya yang tidak berubah.
Hari Kedua di Kota Semarang
Hari kedua di Semarang, saya telat memulai aktivitas. Suhu udara panas yang membuat saya enggan keluar. Sekitar jam 10 pagi, panasnya sudah luar biasa. Tapi karena waktu tidak banyak, saya memaksakan diri pergi. Hari itu rencana saya mau mengunjungi Lawang Sewu dan Klenteng Sam Poo Kong saja. Dua objek wisata hits di Semarang.
Saya berjalan kaki ke arah Lawang Sewu. Melewati Mall Ciputra di kawasan Simpang Lima Semarang. Saya punya nostalgia di kawasan Simpang Lima ini belasan tahun lalu. Jadi saya singgah di mal mencari brunch sekalian ngadem sebelum lanjut ke Lawang Sewu. Sekitar satu jam saya berada di mal kemudian ke Lawang Sewu yang kini jadi museum.
Museum Lawang Sewu salah satu tempat wisata favorit di Kota semarang yang terletak di Jalan Pemuda, Kecamatan Semarang Tengah. Kalau dipikir-pikir, saya berjalan kaki dari Kecamatan Semarang Utara ke Semarang Tengah. Lokasi Lawang Sewu persis di bundaran Tugu Muda Semarang. Berhadapan dengan Museum Mandala Bhakti.
Bangunan Lawang Sewu didirikan pada 27 Februari 1904. Dulunya, tempat ini disebut Het Hoofdkantoor van de Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatscappij. Kantor pusat Perusahaan Kereta Api Hindia Belanda. Tetapi kemudian diubah jadi museum. Museum ini menyimpan berbagai koleksi perkeretaapian di Indonesia dari masa ke masa.
Masuk ke museum ini tidak gratis. Harga tiketnya Rp 10.000 per orang dewasa dan mahasiswa, Rp 5.000 per anak dan pelajar, dan Rp 10.000 per wisatawan mancanegara. Lawang Sewu bisa dikunjungi setiap hari pukul 07.00-21.00 WIB. Pintu masuknya bukan lewat gerbang utama. Tetapi melalui gerbang kecil yang berada di samping gerbang utama. Di situ ada loket penjual tiket.
Lawang Sewu cocok dikunjungi bagi yang suka berburu foto aesthetic dan bisa juga sebagai tempat foto prewedding. Banyak spot foto yang menjadi incaran para pengunjung, seperti kaca mozaik yang khas, jendela menyerupai pintu yang amat besar atau jembatan penghubung antar bangunan.
Lawang Sewu memiliki arti seribu pintu. Namun jumlah sebenarnya hanya 928 pintu dengan 425 jendela dan 114 ruang kerja, tidak termasuk ruang meeting. Lawang Sewu juga dapat disewa untuk berbagai kegiatan, seperti pameran, pemotretan, syuting, pesta pernikahan, pentas seni, bazar, dan workshop.
Satu jam atau dua jam cukup untuk melihat Lawang Sewu. Saya sendiri hampir dua jam mengelilingi setiap bagian di dalam dan di luar bangunan Lawang Sewu. Saya banyak melihat-lihat karya seni berupa sketsa dan lukisan yang dipajang, koleksi museum lokomotif, kemudian perpustakaan Lawang Sewu yang memiliki cetak biru lengkap dari bangunan itu.
Usai menjelajahi Lawang Sewu, saya istirahat sebentar. Memikmati semilir angin di bawah pohon yang berada di taman di tengah-tengah bangunan Lawang Sewu. Bersantai di Lawang Sewu cukup menyenangkan karena fasilitasnya mendukung. Jika lapar, tersedia warung makan. Juga toilet. Jadi berlama-lama di sini tidak masalah.
Tapi karena masih punya destinasi lainnya yang mau dikunjungi, saya melanjutkan langkah. Tujuan saya Klenteng Sam Poo Kong. Saya melalui Jalan DR Soetomo dan menemukan Kampung Pelangi di Randusari, Kecamatan Semarang Selatan. Kampung Pelangi dulunya adalah kampung kumuh yang diubah menjadi kampung yang penuh warna dan sangat menarik kunjungan wisata.
Mirip kampung warna-warni Jodipan di Kota Malang. Di sini, ada sekitar 300 rumah yang dicat warna-warni. Namun saya tidak tertarik untuk mengeksplor lebih dekat. Saya melintas saja dan terus menuju Sam Poo Kong. Klenteng Sam Poo Kong terletak di Jalan Simongan Raya Nomor 129, Bongsari, Kecamatan Semarang Barat.
Lokasi ini disebut-sebut bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama Laksamana China beragama Islam yang dikenal bernama Cheng Ho. Dari jauh, Klenteng Sam Poo Kong terlihat jelas karena arsitektur dan warnanya yang khas. Bangunannya yang indah didominasi warna merah dan emas yang sangat identik dengan nuansa Tionghoa.
Sebelum masuk, pengunjung harus membeli tiket. Harga tiket pada hari biasa Rp 8.000 per orang dewasa dan Rp 5.000 untuk anak-anak. Saat akhir pekan, harga tiket masuknya Rp 12.000 per orang dewasa dan Rp 8.000 per anak. Tiket masuk hanya untuk area wisata, untuk memasuki area ibadah pengunjung akan dikenai biaya tambahan.
Bangunan utama dari kelenteng adalah Gua Batu. Gua ini dipercaya sebagai tempat awal mendarat dan markas Laksamana Cheng Ho dan anak buahnya ketika mengunjungi Pulau Jawa di tahun 1400-an. Di dalamnya terdapat patung Cheng Ho yang dilapisi emas. Dinding gua batu dihiasi relief yang menceritakan tentang perjalanan Cheng Ho dari daratan China sampai ke Pulau Jawa.
Selain bangunan inti di gua tersebut, di area ini juga terdapat satu kelenteng besar dan dua tempat sembahyang yang lebih kecil. Terdapat tempat yang dinamai sesuai dengan peruntukannya, yaitu kelenteng Thao Tee Kong yang didedikasikan untuk tempat pemujaan Dewa Bumi serta untuk memohon berkah dan keselamatan hidup. Sedangkan tempat pemujaan Kyai Juru Mudi berupa makam juru mudi kapal yang ditumpangi Laksamana Cheng Ho.
Ada pula tempat pemujaan lainnya dinamai Kyai Jangkar, di mana tersimpan jangkar asli kapal Cheng Ho yang dihias dengan kain warna merah. Tempat ini biasanya digunakan untuk sembahyang arwah Ho Ping, yaitu mendoakan arwah yang tidak bersanak keluarga yang mungkin belum mendapat tempat di alam baka.
Namun tidak semua bangunan-bangunan itu bisa dimasuki wisatawan karena memang tempat ibadah. Beberapa bangunan diberi pagar pembatas. Meski begitu, pengunjung masih bisa menikmati dan berfoto di depan klenteng. Berada di komplek Klenteng Sam Poo Kong ini serasa berada di China. Puas rasanya sudah melihat objek wisata yang hits di Semarang.(*)
(210)