Perjalanan 14 Hari di Hongkong dan China bagian Selatan: Mencari Teman (1)
Wisata murah bukanlah hal sulit sekarang ini. Dengan merancang perjalanan sendiri atau bersama teman, impian melancong ke luar negeri dengan anggaran murah bisa dilakoni. Termasuk ke Hongkong dan China.
Lalu, seng-iseng saya memposting impian untuk liburan ke Shanghai, China, dalam forum penyuka traveling, Couchsurfing, setahun lalu. Pilihan jatuh pada kota Shanghai karena ada teman di sana. Tetapi rencana ini kemudian berubah ketika seorang anggota Couchsurfing di Kanada menghampiri dan mengajak melancong bareng di beberapa kota di Hongkong dan China bagian selatan.
Meski sempat ragu, ia meyakinkan saya dengan ‘promosinya’ yang gencar. Pria yang berimigrasi dari Vietnam ini menuliskan beberapa kota yang direkomendasikan sebagai tujuan wisata karena alam dan lanskapnya yang indah. Kota-kota itu adalah Guilin, Yangshuo, dan Nanning di Provinsi Guanxi, Kunming, Dali, dan Lijiang di Provinsi Yunnan. Ia juga menambahkan Chengdu di Provinsi Sichuan.
Karena keterbatasan waktu, akhirnya Chengdu ditiadakan dalam rancangan perjalanan. Sepakat dengan kota-kota yang akan didatangi, kami pun mencari tempat wisata yang akan dikunjungi. Couchsurfing dan travel blog sangat membantu pencarian ini.
Begitu mendapat banyak rekomendasi dan masukan dari teman-teman di forum, rencana perjalanan pun diatur. Perjalanan akan dimulai dari mana dan berakhir di mana. Teman yang berada di Kanada, namanya Bernard Lim, bertugas merancang semua itu karena sudah pernah ke China. Setiap selesai merancang, ia mengirimkan melalui email untuk mendapat persetujuan saya atau meminta saran. Saya mengikut saja dan hanya sedikit memberi masukan karena saya kurang pengetahuan tentang China. Rencana perjalanan akhirnya disepakati dimulai dari Shenzhen di Provinsi Guangdong menuju Guilin, Yangshuo, Nanning, Kunming, Lijiang, dan Dali. Tidak semua kota ini adalah tempat tujuan wisata. Ada kota yang hanya sebagai penghubung seperti Nanning.
Setelah mendapatkan kota-kota yang akan dikunjungi, kami mencari tahu jenis transportasi yang bisa menghubungkan kota yang akan dituju. Ternyata sangat mudah karena moda transportasi di China yang sudah bagus. Setiap kota itu terhubung dengan jalur kereta dan bus. Baik bus maupun kereta sudah punya jadwal dan biaya yang terlampir dalam website. Kereta dipilih untuk perjalanan lebih dari delapan jam dan bus untuk perjalanan di bawah delapan jam.
Di website China Train Guide ada pilihan kelas dengan harga yang berbeda. Mulai tarif duduk (kursi), hard sleeper, hingga soft sleeper. Dengan hard sleeper dan soft sleeper, kita bisa tidur karena mendapat ranjang bertingkat. Saya mengetahui itu karena dikirimi gambar-gambar suasana di gerbong untuk hard sleeper dan soft sleeper. Dengan gambaran itu, biaya transportasi antar kota selama di China bisa dikalkulasi.
Sembari mengevaluasi rencana perjalanan, kami juga sering-sering mengunjungi website sejumlah penerbangan untuk mencari harga termurah. Teman yang di Kanada akan terbang dari Montreal, sementara saya dari Singapura. Pencarian tiket murah semakin sering dilakukan tiga bulan menjelang keberangkatan. Membeli tiket jauh-jauh hari memang sangat menguntungkan karena penerbangan rata-rata masih menawarkan harga promosi.
Kala mencari penerbangan murah dengan tujuan Shenzhen, kami terkendala pengurusan visa untuk langsung masuk ke China. Teman saya di Kanada harus ke Toronto atau Ottawa, sedangkan saya harus mengurus visa China di Jakarta. Itu artinya butuh biaya lebih besar. Biaya visa ‘hanya’ Rp540 ribu untuk single entry dengan proses selama empat hari. Tetapi biaya untuk ke Jakarta lebih besar. Visa China tidak lagi diurus melalui kedutaannya tetapi diserahkan kepada Chinese Visa Application Service Center (CVASC). Mengurus melalui agen travel tentu biayanya besar juga. Saya sempat menanyakan pada salah satu agen travel di Batam dan biayanya sekitar Rp 1,5 juta.
Kami akhirnya berdiskusi soal visa ini dan mendapat informasi visa China bisa diperoleh di Hongkong. Banyak agen yang bisa mengurus visa China dengan mudah dan tanpa banyak dokumen persyaratan. Biayanya lebih murah lagi. Untuk warga Indonesia, 480 Hongkong Dollar (HKD) atau Rp624 ribu (dengan nilai tukar Rp1300). Kami pun memutuskan untuk mengurus di Hongkong saja sekalian jalan-jalan di sana. Setelah dipantau lewat internet, rata-rata agen bisa menyelesaikan pengurusan visa dalam waktu enam jam, cukup menyerahkan paspor saja dan biayanya. Masalah visa pun dianggap selesai. Kami kembali melanjutkan pencarian tiket murah dengan sering-sering memantau harga tiket secara online. Tujuan pertama diputuskan ke Hongkong.
Sambil mencari dan menunggu harga tiket penerbangan yang murah, kami juga mencari penginapan yang murah dan dekat dengan tempat wisata yang akan dituju. Karena kami menjadwalkan kunjungan usai tahun baru China dan akhir musim dingin, hotel atau guesthouse murah sangat mudah didapat. Kecuali di Hongkong yang memang mahal. Kami memilih penginapan dengan biaya antara 108 Yuan hingga 145 Yuan di China. Sementara di Hongkong 350 HKD per malam. Biaya hotel jatuhnya lebih murah karena ditanggung berdua. Penginapan di-booking jauh-jauh hari secara online, sehingga harga dan biaya penginapan secara keseluruhan bisa diketahui.
Begitu pula dengan biaya transportasi, biaya visa, dan biaya makan. Tinggal biaya pesawat. Dua bulan menjelang keberangkatan baru saya mendapatkan tiket murah ke Hongkong dengan penerbangan Tiger Airways milik Singapura. Tiket yang saya peroleh seharga 148 dolar Singapura. Sementara untuk kembali, saya mendapaatkan maskapai Air Asia dari Kunming ke Kualalumpur dengan harga tiket sekitar Rp1,2 juta.
Kalkulasi biaya pun diperoleh setelah mendapatkan tiket. Saya mencatat baik-baik dan sedetail mungkin biaya yang diperlukan. Biaya sudah dibuat pos-posnya masing-masing. Untuk penginapan berapa, transportasi selama di sana berapa, biaya makan, dan oleh-oleh. Dengan gambaran ini saya menyiapkan uang 1600 Yuan dan 1300 HKD. Ditambah biaya menyeberang ke Singapura dan kembali. Biaya pesawat tak dihitung lagi karena sudah dibayar.
Saya sengaja tidak membawa banyak pakaian karena berharap bisa belanja di China yang katanya murah-murah. Tetapi saya menyiapkan beberapa jaket. Selain itu, supaya ransel saya tidak perlu masuk bagasi jadi tidak perlu biaya tambahan. Karena di China lagi musim dingin saya membawa minuman jahe penghangat tubuh, mie instan, dan ketel. Mie instan untuk jaga-jaga jika tidak menemukan restoran halal. Kebutuhan untuk mandi juga saya siapkan. Saya pilih yang berukuran kecil-kecil, maksimal 75 mililiter karena maskapai membatasi setiap barang cair yang dibawa dalam pesawat. Hongkong dan China here i am coming! ***
(842)
Taman pinky-nya lucuk!
Gak suka pinky, tapi karena lucu, sempatin singgah 🙂
Kalo ke Xian ke Taman Pinky itu gimana caranyaaa ya massss??
Saya belum pernah ke Xian. Kalo Taman Pinky itu hanya temporary saja. Jadi kalo berkunjung ke Hongkong, mungkin gak ada lagi 🙂
Nggak perlu bawa baju banyak sih kalo ga buat foto2 imut cantik :))
Iya, tapi kalo diendorse musti bawa banyak…hehe