Jauh-jauh Traveling ke Brasil, Eh Malah Serasa di Indonesia
Negara-negara di Amerika Selatan masuk bucketlist perjalanan saya berikutnya setelah menjelajahi Eropa. Traveling ke Brasil, Chile, dan Peru paling saya idam-idamkan. Selain menarik, negara-negara ini juga bebas visa bagi warga negara Indonesia.
Saya mendarat di Sao Paulo, Brasil, setelah menempuh perjalanan dengan pesawat selama 12 jam dari Amsterdam. Tidak termasuk transit di London sekitar 2 jam. Perjalanan tidak terasa karena terbang malam. Bangun tidur, sudah tiba di Brasil.
Saya tiba pagi pukul 06.00 di Bandara Sao Paulo dan masuk tanpa visa. Di imigrasi tidak ada pemeriksaan ketat. Hanya ditanya tiket lanjutan. Keluar dari pintu kedatangan, saya menarik uang secukupnya dari ATM. Tidak sampai 1 juta kalo dirupiahkan. Dan kemungkinan ini yang jadi penyebab rekening bank saya dibobol di kemudian hari.
Rencananya, saya hanya mengunjungi Kota Sao Paulo saja. Tetapi beberapa hari sebelum berangkat, saya mendapat undangan dari seorang member Couchsurfing untuk mengunjungi kotanya. Namanya Mogi Mirim. Kota kecil yang tak pernah terbayangkan dan tak pernah masuk itinerary saya selama Traveling ke Brasil.
Namun saya kemudian menerima ajakan itu. Saya pikir tak ada salahnya mengunjungi kota kecil ini dan melihat suasananya. Melihat kehidupan keluarga warga setempat dan kebiasaannya. Dan ini bukan sesuatu yang baru bagi saya. Sudah beberapa kali mengunjungi dan menginap di rumah warga lokal karena member Couchsurfing.
Saya hanya semalam saja di Kota Sao Paulo dan belum melihat suasananya, kecuali saat perjalanan dari bandara ke pusat kota. Lalu esoknya menuju Mogi Mirim, yang masih masuk wilayah Provinsi Sao Paulo. Perjalanan sekitar 3 jam dengan bus. Dalam perjalanan, saya satu-satunya orang Asia dan orang asing.
Tiba di Mogi Mirim, saya langsung dijemput teman yang nge-host di terminal bus. Turun dari bus, teman langsung muncul dari dalam bangunan terminal yang kecil dan langsung mengenali saya. Dia tertawa. “Saya kira kamu besar, ternyata kecil,” katanya.
Yah, memang dia bertubuh tinggi besar. Sementara saya ya seperti rata-rata orang Indonesia. Candanya itu membuat kami langsung akrab. Dia membawa saya ke rumahnya dengan mobil. Dia bekerja di bank jadi termasuk orang berada.
Kami bercerita selama perjalanan ke rumahnya. Saya pikir akan dibawa ke rumah orang tuanya, tetapi ternyata dia punya apartemen sendiri. Kota kecil namun apartemen sudah bermunculan. Kota ini setingkat kecamatan saja. Jalanannya mulus beraspal.
Dan yang membuat saya senyum-senyum adalah suasana kota ini. Mirip seperti di Indonesia. Sepanjang perjalan saya mengamati. Dari apartemen saya juga bisa melihat suasananya. Saya mengintip dari jendela kamar dan menikmati pemandangan hijau, atap rumah yang berderet-deret, dan satu-dua bangunan tinggi.
Suasana itu jadi pengobat rindu setelah meninggalkan Indonesia 1,5 bulan. Bukan hanya pemandangannya, tetapi juga hangatnya. Kebetulan saya tiba di Brasil saat musim panas udah hampir berakhir. Tetapi hangatnya masih terasa. Kadang hujan juga.
Selama di kota kecil ini, saya mengikuti semua aktivitas host saya. Mengunjungi orang tuanya, pergi ke pasar berbelanja, dan masuk hutan yang punya country club. Bahkan main ke sungai.
Karena memang tidak ada objek wisata yang menarik di sini. Melihat kehidupan sehari-hari merekalah yang menjadi daya tariknya bagi saya. Bertemu dan ngobrol dengan mereka meski rata-rata tidak bisa bahasa Inggris.
Nah yang sangat mirip di Indonesia adalah suasana dan model komplek perumahannya. Jadi pada hari pertama, teman mengajak ke rumah orang tuanya yang tinggal di kampung sebelah. Tidak jauh. Hanya 10 menit perjalanan.
Masuk ke komplek perumahan, saya tertawa karena merasa lucu. Seperti masuk perumahan di Indonesia. Mereka juga tinggal berdekatan antara satu keluarga besar. Saat tiba di rumah, hanya ada mamanya. Ayah dan kakaknya sedang pergi.
Saya disuguhi banyak makanan dan rasanya tidak aneh dilidah. Bahkan ada makanan penutup seperti kolak labu. Saya bertanya karena mirip di Indonesia. Ternyata, labu yang dimasak dengan gula karamel. Pantas saja rasanya tidak aneh.
Di sela-sela mengunjungi orang tuanya, saya diajak bertetangga dan ternyata masih keluarga besarnya. Mulai dari rumah pamannya, rumah sepupunya, sampai rumah neneknya. Paling dekat rumah pamannya yang hampir berhadapan.
Mereka menyambut antusias karena baru pertama kali melihat orang Indonesia. Sepupunya yang berpakaian kayak daster bikin saya terkesima. Wajahnya mirip pemain telenovela. Neneknya tak mau ketinggalan, ia meminta supaya saya dibawa ke rumahnya.
Malamnya, saya diajak ke acara mingguan pemuda setempat. Semacam ibadah mingguan di rumah komunitas mereka. Di sini, terlihat perbedaan bagaimana orang Kota Sao Paulo dan warga kota kecil bertemu orang asing.
Mereka sangat antusias. Itu membuat saya nyaman menunggu mereka selesai ibadah. Padah saya duduk di pojokan sendirian. Selesai ibadah, mereka menyapa dan mengelilingi saya. Mereka bertanya tentang Indonesia. Dalam hati berkata, saatnya mengeluarkan jurus promosi wisata Indonesia.
Di hari lain, giliran ayah-ibu teman saya mengajak ke kampung sebelah lainnya. Saya tak tau persis tujuannya karena mereka tidak bisa bahasa Inggris. Pamannya juga ikut. Kami menumpangi satu mobil.
Rupanya ke rumah kenalan mereka yang jual tanaman dan madu. Lokasinya asli di kampung. Serasa di Indonesia. Pohon pisang di mana-mana. Ada juga ayam peliharaan. Selama berkunjung saya hanya bisa jadi penonton karena mereka berbahas Portugis.
Sebelum pulang, mereka mengambil air dari pancuran di samping gereja untuk dibawa pulang. Mereka mengisi jerigen sebanyak-banyaknya. Dan ternyata tempat mereka ambil air itu termasuk tempat yang disucikan.
Di hari berikutnya, saya diajak ke pasar kaget. Pasar yang muncul pada hari tertentu. Dan, pasarnya seperti di Indonesia. Lapak jualan berderet-deret. Segala macam dijual. Mulai barang bekas, buah-buahan, sayur, sampai camilan seperti empanada.
Saya juga diajak ke hutan terdekat. Di hutan itu ada country club. Kami menemui seseorang, entah pemiliknya atau pengelola. Sambil ngobrol, kami ke tepian sungai yang berada persis di sebelah country club itu. Suasananya Indonesia banget.
Tiga hari itu, rasanya saya betah karena serasa berada di Indonesia dan sangat berkesan tentunya. Masih ingin lama-lama, tapi waktu saya terbatas. Saya pun pamit untuk kembali ke Kota Sao Paulo dan menikmati beberapa hari di sana. (*)
(266)
One Comment