Wisata Sejarah di Museum Satria Mandala

Museum Satria Mandala

Saya selalu tertarik mengunjungi museum kalau mendatangi satu kota. Apapun jenis museum itu. Kebenaran lagi di Jakarta selama tiga bulan, jadi saya sempatkan berkunjung ke museum. Salah satunya Museum Satria Mandala. Ini museum kedua yang pernah saya kunjungi di Jakarta. Sebelumnya, saya sudah mengunjungi Museum Nasional.

Museum Satria Mandala adalah salah satu museum sejarah perjuangan Tentara Nasional Indonesia di Jalan Gatot Subroto, Nomor 14, Jakarta Selatan. Museum ini menyajikan sejarah perjuangan TNI bersama rakyat sejak tahun 1945. Dalam museum ini dapat ditemui berbagai koleksi peralatan perang di Indonesia, dari masa lampau sampai modern seperti koleksi ranjau, rudal, torpedo, tank, meriam bahkan helikopter dan pesawat terbang.

Saya mengunjunginya sendiri pada hari Minggu. Tidak sulit menuju dan menemukan museum yang diresmikan oleh mantan Presiden Indonesia, Soeharto, pada tahun 1972 ini. Kalau mau murah meriah, naik Trans Jakarta saja dan turun di halte busway Gatot Subroto LIPI atau halte busway Gatot Subroto Jamsostek. Dari kedua halte itu, cukup jalan kaki 500 meter. Setelah sampai di depan museum, masuknya lewat pintu umum yang berada sebelah kanan.

Begitu masuk, beberapa koleksi pesawat, tank, dan kapal perang, menyambut di halaman museum utama. Halaman ini berupa taman dan sekekelingnya rindang dengan pohon yang hijau. Di taman itu, banyak koleksi luar ruangan yang dibagi-bagi beberapa kategori lagi berdasarkan tempatnya. Koleksi depan museum ada meriam 25 PDR/88, peluru kendali SA-75, helikopter bell 204 B, antena radar nysa B, tank M3 stuart, panser M-8, MiG 21 Fishbed, dan replika KRI Macan Tutul.

Sementara koleksi di Taman Dirgantara, ada Pesawat Pembom tempur B-25 J Mitchel, pesawat curan, Nishikoren, P-51 Mustang, pesawat anti kapal selam Gannet MK-4, Dacota C-47, At-16 Harvard, pesawat PZL-104 Gelatik-C, Piper L-4 Grasshopper, Well I RI-X, pesawat NU 25 Kunang, dan helikopter M1-4. Sementara koleksi kendaraan tempur, ada Pintam (panser intai amphibi), panser beroda BTR 152, pansam BTR 50 P, tank amphibi PT-76, tank amphibi kapa K-61, humber 1 scoutcar, stuart 3.3A3, dan panhard tipe 52-11.

Pengunjung akan melewati koleksi depan museum untuk masuk ke ruang utama museum. Tetapi sebelum masuk, beli tiket dulu di loket sebelah kiri. Harga tiketnya sangat murah. Hanya Rp 2500. Kalau bawa kamera dan kendaraan harus membayar lagi. Awalnya saya tidak tahu kalau harus membayar biaya tambahan kalau membawa kamera. Petugas loket juga tidak menanyakan karena kamera saya simpan dalam tas. Setelah masuk ke dalam dan mengeluarkan kamera, barulah saya ditegur.

Setelah melewati pintu kayu berukir, di lobi museum ada dinding yang bertuliskan teks proklamasi. Koleksi dalam ruang ini terdiri dari ruang panji-panji, ruang diorama satu, ruang khusus empat Jenderal Besar. Berikutnya ruang diorama dua, koleksi pakaian BKR/TKR, koleksi pakaian dan foto kontingen Garuda, koleksi replika tanda pangkat TNI, ruang foto Panglima TNI dan TNI dari masa ke masa, ruang senjata, ruang diorama tiga dan ruang diorama empat, ruang seragam TNI, dan ruang Balairung Pahlawan.

Dari lobi, pengunjung akan diarahkan masuk ke ruang diorama. Salah satu diorama menggambarkan peristiwa 23 Agustus 1945 yang menjadi cikal bakal dibentuknya Badan Keamanan Rakyat dari Laskar Rakyat (Seinendan, Gokutotai, dll), Pembela Tanah Air (PETA ), dan Koninklijk Nederlandsche Indie Leger (KNIL). BKR menjadi Tentara Keamanan Rakyat pada 5 Oktober 1945, yang diperingati sebagai hari lahir TNI. Diorama lainnya menggambarkan pertempuran heroik di Surabaya yang menggegerkan dunia dan kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Pada ruang berikutnya, ada ruang empat Jenderal Besar. Di ruang ini, pengunjung bisa mengenal lebih dekat empat Jenderal Besar yang pernah dimiliki Indonesia. Ruangnya berurutan, mulai ruang Letjen Oerip Soemohardjo, ruang Jenderal Besar Soedirman, ruang Jenderal Besar AH Nasution, dan ruang Jenderal Besar Soeharto. Beberapa koleksi di antaranya membuat trenyuh sekaligus bangga dengan perjuangannya. Salah satunya, tandu yang dipergunakan untuk mengusung Panglima Besar Jenderal Soedirman saat dia bergerilya dalam keadaan sakit melawan pendudukan kembali Belanda pada era 1940-an. Di ruang itu juga ada ranjang atau bale-bale dan kursi yang pernah digunakan Jenderal Soedirman.

Selain itu museum ini juga menyimpan berbagai berbagai benda bersejarah yang berkaitan dengan TNI seperti aneka senjata berat maupun ringan, atribut ketentaraan, panji-panji dan lambang-lambang di lingkungan TNI. Juga foto-foto Panglima TNI dari masa ke masa, foto-foto petugas keamanan United Nation dari Indonesia yang dikirim ke negara berkonflik. Dari ruang itu, saya menuju ke lantai bawah. Di ruang terakhir itu, koleksi senjata ringan dan senjata berat di pamerkan. Di ruang ini, saya juga mengakhiri kunjungan di koleksi dalam ruang.

Keluar dari gedung utama museum, mata saya tertumbuk pada hanggar di halaman belakang. Ada beberapa pesawat terparkir. Salah satu pesawat yang menarik perhatian saya adalah Dakota RI-001 Seulawah. Pesawat angkut kedua yang dimiliki Indonesia dan pesawat penumpang pertama. Dibeli dari uang hasil sumbangan rakyat Aceh. Pesawat Seulawah ini adalah cikal bakal berdirinya perusahaan penerbangan niaga pertama, Indonesian Airways.

Sebelum menjadi Museum Satria Mandala, gedung ini lebih dikenal sebagai Wisma Yasoo atau tempat kediaman istri Soekarno, Ratna Saridewi Soekarno. Rumah ini juga menjadi tempat peristirahatan Soekarno selama 17 bulan terakhir sebelum meninggal dan dimakamkan di Blitar, Jawa Timur. Wisma pun akhirnya kosong. Lalu pada 5 Oktober 1972 diresmikan jadi museum.

Untuk mengunjungi museum ini, pengunjung bisa datang pada hari Selasa hingga Minggu. Jam buka museum ini mulai pukul 09.00 – 15.30 WIB. Sementara pada hari Senin tutup.

(768)

2 Comments

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.