Perjalanan 14 Hari di Hongkong dan China bagian Selatan: Eksotisme Kota Kuno Lijiang (7)
Kota Kuno Lijiang terletak di Propinsi Yunnan, China Barat Daya. Kota ini terletak di dataran tinggi 2.400 meter di atas permukaan laut dengan luasnya mencapai 4 kilometer persegi. Saya tiba menjelang senja di kota ini setelah menumpang kereta pagi dari Kunming. Dari pemberhentian kereta yang berada di ketinggian itu, tampak kota Kota Lijiang di kejauhan yang dikelilingi gunung. Kota itu seolah berada di dalam mangkok besar.
Di stasiun kereta itu, dua remaja mahasiswa yang tinggal di kawasan Kota Tua menuntun kami. Ia hendak searah jalan dengan kami, dengan keramahannya mereka menawarkan satu taksi. Jadilah kami berempat menuju kota yang ditempuh sekitar 30 menit. Taksi mengantarkan kami lebih dulu ke kawasan Kota Kuno. Penginapan kami di dalam kawasan itu. Sebuah rumah kuno khas etnis setempat yang diubah menjadi guesthouse. Namanya Panba Guesthouse. Ketika tiba, hujan rintik-rintik dan menambah suhu semakin dingin.
Saya bergegas masuk kamar yang berada di lantai dua karena kedinginan dan agak lelah setelah perjalanan yang cukup panjang dari Kunming. Ranjangnya dilengkapi elektrik blanket. Selimut yang hangat karena menggunakan daya dari listrik. Tapi tidak membuat kesetrum. Hujan rintik sampai malam. Akhirnya saya menghabiskan malam di guesthouse saja. Menenggalamkan diri di tempat tidur dan dalam pelukan selimut yang hangat. Keesokan harinya saya pun bangun dengan tubuh yang segar, lalu mulai menjelajahi Kota Kuno Lijiang.
Saya melewati jalan-jalan batu yang sempit, diapit rumah-rumah tradisional tua yang sebagian sudah berubah jadi penginapan, guesthouse, hotel, dan toko souvenir. Rumah yang rata-rata dua lantai itu bergaya arsitektur China pada masa Dinasti Han dan Zang. Ketika sedang mengamati, sesekali berpapasan dengan warga setempat. Anak-anak berangkat sekolah dan orang tua ke tempat kerja. Di Kota Lijiang terdapat belasan etnis minoritas China, antara lain, Naxi, Susu, Pumi, Han, Bai, Yi dan Tibet. Penduduk etnis Naxi yang paling dominan, kira-kira 70 persen.
Etnis Naxi sejak dahulu kala menciptakan kebudayaannya yang unik, yaitu Kebudayaan Dongba yang mendapat namanya karena tersimpan di dalam Agama Dongba etnis Naxi. Kebudayaan Dongba terutama terdiri dari huruf Dongba, kitab Dongba, lukisan Dongba, musik Dongba, tarian Dongba dan aneka ragam upacara ritual.
Penduduk etnis Naxi beserta etnis-etnis lainnya menciptakan kebudayaan yang cemerlang, yang tercermin pada jalan-jalan, gapura, sungai, jembatan maupun perumahan. Kebudayaan itu masih kental ditemukan di kawasan Kota Kuno Lijiang hingga kini. Sepanjang jalan yang saya lalui dari penginapan yang berada di ujung barat kawasan Kota Kuno hingga sampai ke ujung timur di Square Center Old Town. Pusat wisata di kota itu. Di sini saya banyak menghabiskan waktu dan menikmati suasananya.
Di area ini berdiri tembok yang menasbihkan Kota Kuno Lijiang sebagai Kota Warisan Budaya Dunia oleh Unesco. Lalu ada kincir air besar dan jembatan. Di jembatan itu gadis-gadis setempat yang mengenakan busana tradisional menunggu turis yang ingin berfoto bersama dengan tarif tertentu. Ada juga Cowboy versi Lijiang dengan kudanya. Mereka menunggu turis yang ingin menggunakannya di dekat gembok cinta.
Dari area ini pula, tersaji pemandangan rumah-rumah kuno yang tampak berundak-undak di atas bukit. Saya menjelajahi rumah di bukit itu dan menemukan bunga sakura yang sedang mengembang. Lalu malamnya, saya kembali menjelajahi deretan rumah-rumah tua yang sebagian besar sudah beralih jadi toko souvenir. Karena epicentrum kawasan wisata, bertebaran restoran, cafe, dan pub di area ini. Musik hingar bingar dari salah satu cafe yang terkenal, Reggae Bar. Bar yang dijaga Sun Go Kong. Tapi saya menjauh karena sangat ramai dan kesannya sesak.
Sejarang Singkat Kota Kuno Lijiang
Kota Kuno Lijiang sudah mempunyai sejarah selama 800 tahun lebih. Mulai dibangun pada akhir abad ke-12. Dari awal pembangunannya, Kota Kuno Lijiang sudah menunjukkan keistimewaannya yang berbeda dengan kota-kota lain di pedalaman Tiongkok. Di Kota Lijiang tidak terlihat tembok dan gerbang yang tinggi besar. Di Kota Kuno Lijiang hanya terlihat bangunan dan jalan yang sebagaimana adanya, seperti ketika awal dibangun.
Jaringan jalan yang tak teratur di dalam kota serta bangunan yang dibangun mengikuti geografis dan kontur, menambah daya hidup dan keharmonisan bagi kota tersebut. Gaya kota itu sangat langka di antara kota-kota kuno China. “Kota air dan air kota” adalah ciri khas Kota Kuno Lijiang. Danau Heilongtan di sebelah utara kota adalah sumber utama air Kota Lijiang.
Air Heilongtan mengalir dari utara ke selatan dengan berliku-liku dan setelah memasuki kota, air itu melahirkan banyak anak sungai yang tak terbilang banyaknya yang mengalir berbelok-belok menelusuri tembok rumah atau menyeberangi jalan-jalan dan lorong kecil. Dengan demikian, di dalam kota itu terbentuklah pemandangan jaringan air yang mengalir melintas dan menembus jalan, lorong dan gedung. Di atas kanal-kanal itu, terdapat 354 jembatan batu dan jembatan kayu yang aneka ragam. Banyaknya jembatan di kota kuno itu tidak ada taranya di China.
Semua ini merupakan alasan terbaik bagi Kota Lijiang masuk dalam Daftar Warisan Budaya Dunia. Tahun 1997, Kota Kuno Lijiang tercantum sebagai Warisan Budaya Dunia Unesco. Ramai turis yang akhirnya mengunjungi kota tua ini. Sebab banyak yang bisa dilihat dan dinikmati. Saya pun menghabiskan waktu dua hari tiga malam untuk menikmati kawasan ini. Tetapi untuk makan, saya memilih keluar dari kawasan kota kuno yang dipagari tembok.
Mencari Makanan Halal
Meski berada di negara komunis dan wilayah yang penduduknya sangat jarang beragama Islam, tetapi tidak sulit mencari makanan yang halal. Di luar kawasan kota kuno, tepat di pinggir jalan raya, saya menemukan kedai orang China Muslim. Saya menemukannya tanpa sengaja. Ketika mencari sarapan, saya melihat papan nama bercat hitam dengan lambang menara masjid.
Di bagian depan digantung daging-daging sudah diawetkan dengan pengasapan. Namun kedai yang imut itu hanya menyediakan sop mie dengan daging. Rasanya nikmat, apalagi menikmatinya hangat- hangat dengan suhu yang dingin. Di dinding kedai dipasang foto masjid. Saya menanyakan lokasi masjid itu dengan bahasa isyarat. Pemilik kedai yang mengenakan peci hanya menunjuk arah timur kota. Saya pun bingung!
Setelah mengetahui keberadaan kedai mie ini, saya pun selalu bersantap di sini selama berada di Lijiang. Jadi tak perlu takut untuk jalan-jalan ke kawasan yang warga muslimnya sangat sedikit.(*)
(811)
Masih cakepan kota Yangshuo yaaa… 😀
Iya, kalo nature cakepan Yangshuo. Tapi saya suka mengunjungi kota-kota tua belajar sejarah 🙂
Biasanya rumah makan muslim pake plank warna hijau dan ada tulisan halalnya, mereka juga pakai songkok putih
Ya biasanya begitu 🙂
Iya, biasanya begitu 🙂
Bang … Ada peta lokasi rumah makan halal nya ? Saya mau ke lijiang juga.
Kalo peta mungkin bisa cek di google maps ya! Tapi petunjuknya, kedainya ada di pinggir jalan utama di depan Ancient City. Antara pintu barat dan pintu timur.
Oke bang … Makasih banyak. Btw kami juga mau ke tiger leaping gorge… Abang kesana juga kah ? Gimana soal makannya ?
Sama-sama. Saya gak sampe ke Tiger Leaping Gorge. Kalau makanan sih di Lijiang ada warung China Muslim.
Kalo rute nya lebih baik mana?
Kunming – Dali – Lijiang – Kunming
Atau
Kunming – Lijiang – Dali – Kunming
Sama aja sih sebenarnya. Tapi bagusnya ke Lijiang dulu.