Pengalaman Traveling ke Singapura saat Pandemi
Akhirnya bisa traveling ke Singapura lagi setelah dua tahun lebih itu rasanya tak terkatakan. Yah, sejak pandemi Covid-19 merebak di berbagai negara awal 2020, Singapura yang hanya 35 menit dari Batam menutup rapat pintunya bagi wisatawan.
Lalu, pintu itu kemudian dibuka dan saya pun merasakan antusiasme yang tinggi ketika mengunjungi Singapura pada hari ketiga Lebaran. Berangkat dari Pelabuhan Batam Centre dengan kapal ferry yang hampir dipenuhi penumpang. Saya menumpang kapal feri Majestic. Harganya tiketnya Rp 800 ribu pp. Sangat mahal jika dibandingkan sebelum pandemi.
Tiket bisa dibeli di konter Majestic di pelabuhan atau beli online di website-nya. Tetapi harga beli online terhitung lebih mahal karena dihitung 80 dolar Singapura (kurs Rp 10.600). Saya beli beberapa hari sebelum berangkat. Selain tiket, saya juga booking hostel untuk lima hari. Harganya rata-rata di atas 20 dolar Singapura untuk per malam.
Masuk Singapura semakin mudah sejak 26 April 2022. Persyaratan ketat dihapus satu per satu seiring meredanya kasus Covid-19. Karantina ditiadakan. Tes PCR saat keberangkatan dari negara asal atau pun tes cepat saat ketibaan di Singapura dihapus. Singapore pass atau persetujuan masuk Singapura tak ada lagi. Asuransi pun tidak diwajibkan.
Warga asing yang telah divaksin penuh bisa traveling ke Singapura nyaris seperti kala pandemi belum menyerang. Bedanya hanya pada penggunaan Singapore Arrival Card atau kartu kedatangan tidak lagi menggunakan kertas. Tetapi beralih ke online. Sebelum tiba, pengunjung perlu mengajukan kartu kedatangan tersebut lewat website atau aplikasi yang mudah diisi.
Saat check in, staf Majestic Ferry menanyakan bukti vaksin penuh atau booster. Juga Singapore Arrival Card yang sudah diisi secara online tiga hari sebelum kedatangan. Jadi tidak ada persyaratan yang memberatkan. Rasanya plong dan semakin antusias saat feri sudah berangkat.
Kapal feri berangkat menuju Pelabuhan Tanah Merah. Bukan ke Harbourfront karena belum beroperasi. Perjalanan terasa singkat karena memang hanya sekitar 35 menit sudah sampai di Pelabuhan Tanah Merah. Saya bergegas turun dari kapal supaya bisa dapat antrean agak di depan.
Di konter imigrasi, kartu kedatangan tidak perlu ditunjukkan. Sebab sudah terkoneksi dengan data ICA. Petugas imigrasi hanya memeriksa paspor dan tidak lagi membubuhkan stempel di paspor. Tidak ada juga pertanyaan-pertanyaan. Mengantre di konter imigrasi pun tidak begitu lama.
Selepas dari konter imigrasi, saya ke conveyor belt mengambil travel bag. Oh yah, barang bawaan penumpang sekarang semuanya diantarkan dari kapal ke ruang kedatangan. Dari situ, saya lalu menuju halte bus. Di Pelabuhan Tanah Merah memang berbeda dengan Harbourfront yang terhubung dengan MRT. Hanya ada bus dan taksi.
Untuk menuju pusat kota dari Pelabuhan Tanah Merah ataupun sebaliknya, tersedia bus nomor 35 atau 35M yang mengantarkan ke stasiun MRT Tanah Merah atau Bedok. Dari sini disambung dengan MRT ke berbagai tujuan seperti ke Bedok, Marina Bay, Chinatown, Bugis, Little India, dan Bandara Changi.
Naik bus sebaiknya sudah punya kartu EZ-link untuk membayar karena tarifnya lebih murah. Jika tidak, ya bayar dengan uang tunai atau bisa juga menggunakan kartu kredit. Beruntung, saya masih punya kartu EZ-link yang masih aktif meski sudah lebih dari dua tahun tidak digunakan.
Di bus tidak ada pembatasan atau jaga jarak. Namun semua penumpang wajib mengenakan masker. Begitu pula di MRT. Singapura masih mewajibkan setiap orang mengenakan masker dalam transportasi publik maupun ruang tertutup. Tetapi berbeda ketika berada di luar ruang. Warga boleh melepas masker.
Hari pertama di Singapura, saya langsung ke Marina Bay. Mengunjungi Merlion Park dan temu kangen dengan patung ikan berkepala Singa. Di sini, turis sudah ramai. Beberapa di antaranya tak mengenakan masker. Begitu pula di kafe dan restoran terbuka yang berjejer di dekat Merlion Park ramai pengunjung.
Dari sore sampai malam, saya duduk saja di Merlion Park. Menikmati suasana dan melihat pemandangan ke arah Marina Bay Sands. Malamnya kami menyaksikan light show di Marina Bay Sands. Tapi sepertinya kurang wow dibanding sebelum-sebelumnya. Saya meninggalkan Merlion Park dan berjalan ke arah One Fullerton.
Di hari berikutnya, saya ke Chinatown. Semua toko, restoran, kafe, dan objek wisata sudah buka. Tetapi pengunjung belum seramai sebelum pandemi. Nyaman jalan-jalan mengitari area ini karena belum begitu ramai. Dari situ, saya melanjutkan ke Marina Bay lagi. Perasaan kangen sepertinya belum tuntas jadi memutuskan ke sana lagi.
Kebetulan teman dari Vietnam yang tinggal di Singapura mengajak bertemu. Dari awalnya mau bertemu di Merlion Park, malah akhirnya bertemu di Garden by The Bay. Garden by The Bay juga ramai pengunjung. Terutama di area Super Tree. Pengunjung menikmati light show yang digelar pada malam hari dengan bebasnya.
Sehabis pertunjukan, kami melanjutkan ke Marina Bay Sands. Masuk ke mallnya untuk mendinginkan badan yang gerah. Masuk ke mall tidak perlu scan Trace Together, aplikasi seperti Peduli Lindungi. Eh mau keluar dari mall malah bingung cari pintunya. Dua kali naik turun lift akhirnya ketemu pintu yang mengarah ke Helix Bridge.
Kami menyeberangi Helix Bridge untuk ke Esplanade. Di Esplanade Outdoor Stage ramai orang. Ternyata bakal ada pertunjukan musik. Kami ikutan masuk. Sebelum pertunjukan musik, light show di Marina bay Sands dimulai. Seru melihatnya. Apalagi disambung dengan pertunjukan musik. Kami menikmatinya hingga selesai. Rasanya pengen traveling ke Singapura lagi. (*)
(639)
Akhirnya kakak bisa menginjakkan kaki ke Singapura ya. Waduh jadi kepingin segera berangkat. Semoga tiketnya makin turun ya, supaya makin terjangkau, maklum kebiasaaan beli tiket murah versi sebelum pandemi
Iya akhirnya setelah lebih dari dua tahun. Tapi kaget juga dengan harga tiketnya yang naik lebih dari dua kali lipat. Kita berdoa saja supaya turun.
Baca tulisan Bang Uma, jadi pengen ke Singapur lagi. Walaapun negaranya agak-agak gimana gitu sama orang Indo, tapi tetap ngangenin.
Yuk-yuk ke sana lagi main-main. Biar kagennya terobati 🙂
Selalu suka kalo baca blog bang Uma.. racunnya luar biasa, buat kaki gatal nak melalak segera ke Singapura, hehehe
Haha,ada racunnya toh. Yuk diobati! Segera Nyingapur lagi.
Tetep harus ke Merlion Park ya Bang Uma, kalau enggak, gak afdol .
Jadi pengen ke sana juga. Apalagi kami juga sudah vaksin lengkap.
Terima kasih untuk ulasannya, jadi punya gambaran harus mempersiapkan apa kalau ingin berkunjung ke “kota” tetangga.
Meskipun udah ke sana, rasanya tetap harus ke sana kalo main-main ke Singapura.
Tulisan pertama yang kubaca tentang traveling ke Singapura setelah dua tahun nggak. Dari baca ini aka sudah bantu ngobatin rindu ngebolang kesana kak. Pengen juga temu kangen sama Merlion semoga tiket segera turun lagi. Soalnya emak banyak anaknya hehe
Wah, bagus deh kalo kangennya bisa terobati. Direncanakan aja dari sekarang buat ke Singapura. Dan semoga tiket ferry turun lagi.
Wah rupanya Mas Ahmadi sudah melepas kangen dengan Singapura ya. Kalau saya mungkin ke Singapura satu tempat aja mungkin sudah puas ya, karena belum tahu jalan hehe
mudah tapi tak semurah dulu tapi tetap
keteraturan dan monderenitas selalu bikin rindu warga batam jelata yang konon pengen nangis lihat harga tiket feri yang naik 100%
Iya udah gak murah lagi ke sana. Semoga tiket ferry segera turun lagi. Biar bisa nikmati keteraturan di Singapura lagi.
Wah, syarat entry ke Singapur semakin dipermudah. Semoga harga tiket akan kembali normal seperti sedia kala karena passport sudah menunggu untuk dicap lagi hihihi
Wawww, baca ini bikin pengen nyebrang lagi setelah sekian lama ya…
Mihil ya bang masuk Singapore-nya. Pengin bawa crucils ke sana, tapi masih nunggu agak murahan. Pengin bawa mereka lihat music show itu. Dulu pernah lihat juga, dan memang menakjubkan. Luar biasa memanjakan mata dan menambah pengalaman yg nonton.
Menarik sekali ceritanya kak
Terima kasih. Sekarang udah bebas aja ke Singapura. Gak perlu lagi syarat vaksin.