Jelajah Indonesia: Kembara di Tumpak Sewu dan Goa Tetes
Tumpak Sewu dan Goa Tetes sudah pasti banyak yang tahu. Air terjun yang juga sering disebut Coban Sewu ini populer bagi kalangan traveler dan semakin banyak yang mengunjungi. Pesonanya yang luar biasa menarik wisatawan untuk untuk datang, termasuk saya.
Saya bersama travelmate dari Surabaya mengunjungi Tumpak Sewu persis saat puncak musim panas. Kami mengunjunginya sehari setelah mengeksplore Kota Malang. Mumpung sudah berada tak jauh dari Tumpak Sewu dan Goa Tetes yang memesona itu.
Secara administratif Tumpak Sewu termasuk dalam wilayah Desa Sidomulyo, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang. Namun lokasinya persis berada di perbatasan Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang. Jadi bisa dijangkau dari Lumajang atau pun Malang.
Sebelum berangkat, kami sudah banyak bertanya kepada teman-teman traveler di Kota Malang. Untuk ke sana bisa membawa kendaraan pribadi atau menyewa kendaraan atau menumpang bus umum. Kami sendiri memilih opsi kedua karena tidak bisa membawa mobil dan pastinya memilih yang murah meriah.
Jika membawa kendaraan sendiri dan berangkat dari Kota Malang, bisa memilih rute perjalanan Bululawang – Dampit – Tirtomoyo – Pronojiwo – perbatasan Lumajang dan Malang. Jika menyewa kendaraan, sebaiknya sudah sangat berpengalaman membawa kendaraan. Sebab, rute perjalanan yang lumayan menantang.
Jika menumpang bus umum, berangkat dari Terminal Gadang, Kota Malang, dengan bus antar kota yang menuju Lumajang. Bus-bus dengan rute Lumajang – Malang atau sebaliknya biasanya beroperasi mulai pukul 07.00 WIB dan terakhir sekitar pukul 16.00 WIB.
Jadi pagi-pagi banget, kami sudah menuju Terminal Gadang. Di Terminal Gadang, kami mengingat-ingat pesan teman supaya memilih bus jurusan ke Lumajang. Bukan jurusan Dampit, sebab meskipun melewati jalur yang sama di awal, bus itu tidak akan pernah membawa sampai ke Tumpak Sewu dan Goa Tetes.
Di terminal, sempat agak bingung mencarinya. Kami pun bertanya-tanya kepada kernet bus sampai menemukan bus yang tujuan Lumajang. Jangan membayangkan bus yang mewah yah. Bus ini ternyata sudah tua. Bangkunya sama sekali tak empuk lagi. Jendelanya banyak yang tak tertutup.
Bus berangkat sekitar pukul 07.15 dari Terminal Gadang. Saat bus mulai berjalan, penumpang ditagih bayaran. Kata teman, sewanya hanya Rp 20 ribu. Kami juga perhatikan penumpang yang lain hanya menyerahkan Rp 20 ribu. Tapi saat kami menyerahkan uang Rp 50 ribu untuk kami berdua, kernetnya tidak memberikan kembalian.
Setelah perjalanan ditempuh hampir dua jam, tibalah di perbatasan Kabupaten Malang – Kabupaten Lumajang. Kami minta diturunkan di Gapura Tumpak Sewu Lumajang. Gapura itu tampak dari jalan. Kami memilih turun di sini dibanding di pintu yang di area Malang karena rutenya lebih mudah.
Perjuangan Masuk Tumpak Sewu
Pintu masuk Tumpak Sewu itu di Desa Sidomulyo, Kecamatan Pronojiwo. Dari gapura, hanya perlu berjalan kaki sekitar 550 meter untuk sampai ke lokasi air terjunnya. Sebelum benar-benar sampai di lokasi air terjun, pengunjung melewati area parkir motor dan loket penjualan tiket.
Harga tiket masuknya Rp 10 ribu per orang. Kalau membawa kendaraan, sewa parkir motor Rp 5.000 dan parkir mobil Rp 10.000. Dari lokasi parkir, pengunjung harus berjalan sejauh kurang lebih 400 meter. Melalui jalan setapak yang diapit kebun salak.
Persis di ujung jalan setapak, ada gardu pandang untuk menyaksikan air terjun dari atas. Dari view point terlihat air terjun secara utuh. Bila cuaca sedang cerah, Gunung Semeru tampak di latar belakang air terjun ini. Kami tiba saat masih pagi. Sinar matahari belum menyinari semua dinding air terjun. Tapi Gunung Semeru tampak jelas.
Air Terjun Tumpak Sewu memiliki ketinggian 120 meter dan berbentuk setengah lingkaran. Itulah pesonanya yang membuat ia berbeda dengan air terjun lainnya. Kami dan pengunjung lainnya berfoto di atas view point ini dengan latar belakang air terjun.
Puas berfoto dan melihat dari atas, kami turun ke lembah untuk melihat Tumpak Sewu dari sudut pandang lain. Perjalanan turun ke lembah relatif sulit dan mesti berhati-hati. Sebagian besar masih berupa tebing curam, berlumpur, berair, dan licin. Sebagian sudah dipasangai tangga atau tali. Beberapa tangga kemiringannya 45 derajat. Benar-benar menguras tenaga dan membutuhkan nyali.
Lama waktu untuk turun kurang lebih 30 menit. Sesampai di dasar lembah, ternyata belum sampai di lokasi Air Terjun Tumpak Sewu. Di depan kami ada pertigaan, kalau belok ke kiri akan menuju lokasi Goe Tetes dan Telaga Biru, sedangkan ke kanan akan mengarah ke Tumpak Sewu.
Saya dan teman pun berjalan ke arah kanan terlebih dahulu. Kami sempat singgah sebentar di beberapa titik yang menarik. Salah satunya kami melihat pelangi kecil di atas sungai. Kemudian air terjun kecil dengan kolam berkuruan kecil pula.
Mendekati Tumpak Sewu, ada pos tiket lagi. Yes, pengunjung harus membayar lagi. Pos ini sekaligus loket tiket untuk Goa Tetes. Kami membayar Rp 10 ribu untuk ke Tumpak Sewu. Sebelum ke Tumpak Sewu, kami membuka sepatu supaya tidak basah.
Air Terjun Tumpak Sewu berada dalam aliran Sungai Glidih, yang berhulu di Gunung Semeru. Dalam perjalanan menuju ke dasar Air Terjun Tumpak Sewu, akan melalui sebagian aliran sungai ini. Sebagian besar bisa dilewati karena dangkal. Dan ada bagian yang harus dilewati melalui jembatan kecil dengan aliran air yang deras di bawahnya.
Usai melewati jembatan itu, sesaat sebelum tiba di Air Terjun Tumpak Sewu bagian bawah, kami menjumpai tebing indah yang saling berpadu yang ditumbuhi tumbuhan hijau. Berada di depan tebing tersebut membuat saya takjub. Kami singgah sejenak menikmati keindahannya. Juga tempiasan air yang berasal dari Air Terjun Tumpak Sewu. Segar rasanya!
Aur Terjun Tumpak Sewu berada di balik tebing tersebut. Setelah melewati dinding tebing, barulah terlihat Tumpak Sewu. Namun itu belum berarti sudah sampai di dasar Tumpak Sewu. Kami harus melewati sungai dengan bantuan tali untuk menyeberang. Naik ke punggung bebatuan dan sampailah di dasar Tumpak Sewu.
Rasanya takjub melihat Tumpak Sewu dari sudut yang berbeda. Pesona Tumpak Sewu kami abadikan lewat mata dan kamera. Meski tempiasan air membuat basah. Tips saat turun ke dasar Tumpah Sewu, sebaiknya membawa jas hujan tipis yang berwarna. Jika perlu, bawa payung supaya kamera tidak basah. Tidak apa-apa dibilang norak.
Hampir setengah jam kami berada di dasar Tumpak Sewu, lalu memutuskan untuk menyudahinya karena masih banyak yang mau dikunjungi. Kami kembali melalui rute yang sama ketika datang dan istirahat sejenak di pos sebelum melanjutkan ke Goa Tetes. Di pos ini, kami juga membeli tiket untuk ke Goa Tetes. Tiketnya Rp 5.000 per orang.
Kembara ke Goa Tetes
Sepertinya sudah tengah hari ketika kami melanjutkan kembara. Kami kembali ke arah pertigaan dan mengikuti petunjuk arah ke Goa Tetes. Sungai Glidih akan mengantarkan hingga tiba di Goa Tetes. Rute menuju Goa Tetes juga tak kalah sulitnya. Harus menyeberangi sungai, jalan yang terjal dan mendaki. Terkadang harus merangkak supaya tidak jatuh atau tergelincir.
Sebelum sampai di Goa Tetes, kami menemuka kolam kecil dengan air yang jernih kebiruan. Di atasnya, air terjun mengalir dengan cukup kencang, mengikuti bebatuan yang formasinya unik. Lalu mengisi kolam kecil tersebut. Yang membuatnya unik adalah saat air jatuh dan memenuhi kolam itu muncul warna biru, padahal airnya bening sekali. Itulah yang membuat tempat ini diberi nama Telaga Biru.
Dari Telaga Biru, kami harus mendaki untuk sampai ke Goa Tetes. Melewati rute ini harus siap berbasah-basah. Kalau tidak mengenakan celana pendek, ya terpaksa menggulung celana. Itu pun masih basah sedikit. Yang harus diperhatian juga bebatuan yang kadang licin. Tidak hati-hati bisa membuat tergelincir dan tercebur ke air.
Melihat rutenya, Goa Tetes yang sudah di depan mata seolah sulit dijangkau. Tapi saya berpikir, sudah jauh-jauh datang, masa iya dilewatkan begitu saja. Ternyata, setelah mendaki sedikit sampai juga di mulut goa. Di mulut goa, air menetes membentuk tirai.
Di dalam goa juga air menetes dari stalagmit. Jika lama-lama di dalam bisa basah kuyup. Air yang menetes dari atas itu tertampung di dasar goa dan membentuk kolam. Saya tidak menjejak ke kolam itu karena takut celana basah. Maklum, kaki saya tidak jenjang. Bule yang bersama kami saja setengah kakinya tenggelam.
Sambil duduk di bibir goa, saya memotret dan melihat formasi stalagmit yang menarik. Beberapa bagian seperti pilar. Kagum melihatnya. Saya sempat bertanya-tanya, sejauh mana goa tersebut dimasuki. Namun tidak ada yang masuk lebih dalam. Semuanya hanya di permukaan saja.
Kami kemudian meninggalkan Goa Tetes bersama-sama. Melalui rute sebelumnya dan menikmati segarnya air yang dilewati. Saat jalan, teman saya bertanya, apakah akan meneruskan penjelajahan ke arah tangga masuk Goa Tetes atau kembali melewati rute Tumpak Sewu. Saya yang ingin melihat semuanya, memilih meneruskan ke arah tangga pintu masuk Goa Tetes.
Rutenya masih tetap ekstrem, tetapi tidak seekstrem rute pertama ketika turun ke Tumpak Sewu. Masih harus melalui sungai, jalur yang naik turun, dan licin. Ketika mencapai tangga yang sudah dibeton, rasanya lega. Ada ratusan tangga yang harus dilalui untuk naik lagi ke atas dan mengakhiri petualangan.
Tepat pukul 15.30, kami sampai di tepi jalan dan menunggu bus dari Lumajang yang akan membawa kembali ke Malang. Tidak berapa lama, bus datang. Seperti bus sebelumnya, bus ini hampir sama kondisinya. Tapi kali ini kami membayar sesuai tarif. Kami menyerahkan Rp 40 ribu untuk berdua dan kernet tak protes. Akhir perjalanan yang menyenangkan.(*)
(652)
Artikel sangat bermanfaat untuk saya, jika Anda membutuhkan Jasa Website Murah dan Profesional kunjungi Solusitech.com untuk pemesanan website murah custom terbaik.
Terima kasih mas ahmadi, tulisannya sangat bangus..
Beberapa hari ini saya mencari informasi perjalanan dari batu/malang ke tumpak sewu…
Baru menemukan informasi yang cukup lengkap di blog ini
Semoga informasinya membantu
Terimakasih mas sangat membantu, saya rencana mau kesana. Tapi gak bisa dari Bromo ya mas?
Harus ke Malang dulu atau ke Lumajang.