Jelajah Lombok Part 1: Menikmati Sunset di Pantai Senggigi
Akhirnya kesampaian juga traveling ke Lombok. Setelah bertahun-tahun menunggu saya mendapat kesempatan ke pulau yang berada di sebelah timur Bali ini. Kebetulan waktu itu, saya mau ke Bali mengurus visa Schengen. Saya punya waktu liburan selama 9 hari. Jadi saya bagi, 4 hari di Bali dan 5 hri di Lombok.
Seperti biasa, saya solo traveling. Setelah urusan visa Schengen dan mengunjungi beberapa destinasi di Bali, saya terbang dari Bandara Ngurah Rai ke Bandara Internasional Lombok. Awalnya ingin menumpang kapal feri dari Padang Bai ke Pelabuhan Lembar Lombok. Tetapi setelah membandingkan harga, biayanya hampir sama saja. Malah rugi menumpang kapal feri karena membuang waktu 5-7 jam.
Tiket pesawat saya beli satu hari sebelum ke Lombok. Harganya Rp 248 ribu. Penerbangan hanya sekitar 30 menit. Pesawat mendarat di Bandara Internasional Lombok yang berada di Praya menjelang tengah hari.
Dari bandara ke pusat kota maupun ke destinasi wisata di Lombok relatif muda. Ada pilihan taksi, sewa mobil, antar-jemput, dan bus Damri. Saya memilih Damri yang paling murah. Seperti di bandara kota lainnya, mesti menunggu sebelum Damri berangkat.
Ada tiga rute Damri dari Bandara Lombok. Rute pertama Bandara-Mataram, kedua Bandara-Senggigi, dan rute Bandara-Selong. Tujuan saya ke Senggigi. Tarifnya Rp40 ribu. Tapi Damri ini ternyata ke pusat kota Mataram lebih dulu sebelum melanjutkan ke Senggigi.
Senggigi ini pusat hotel dan resort di bagian pesisir barat Lombok. Membentang dari selatan ke utara dengan pantai di sebelah barat dan perbukitan serta lembah di bagian timur. Hotel dan resort kebanyakan di tepian pantai yang membentang sepanjang kurang lebih 10 meter. Bentangannya pararel dengan jalan.
Mulai dari Bukit atau dikenal dengan The Hills di kawasan Batu Layar, kemudian Batu Bolong, Senggigi, Kerandangan hingga Mangsit. Banyak hotel dan resort ternama di sepanjang pantai pesisir barat ini. Seperti Kila Senggigi Beach Hotel di bagian selatan, Aruna Senggigi Hotel, dan Sheraton Senggigi Beach Resort.
Perjalanan dari puat kota Mataram kisaran satu jam hingga bus berhenti di Senggigi Sentral. Penginapan yang saya booking lewat Traveloka tidak jauh dari jalan raya. Penginapan bernama Mandiri Senggigi Homestay. Saat sampai, saya agak sedikit kecewa dengan kondisinya. Harga yang saya dapatkan Rp140 ribu per malam untuk satu private room. Itu harga termurah yang saya temukan.
Mungkin karena agak kelelahan, saya tertidur sampai sore dan hujan yang turun tak terasa sampai saya bangun. Matahari sudah di ujung barat saat saya bangun. Segera saya menuju Pantai Senggigi dengan cuaca yang agak mendung. Ke pantai cukup jalan kaki 5-7 menit.
Di pantai tidak banyak pengunjung. Hanya beberapa warga setempat dan turis lokal. Pantai Senggigi tidak begitu bagus jika dibandingkan Pantai Trikora di Bintan. Pasirnya hitam dan agak kasar. Istimewanya, di Pantai Senggigi bisa menyaksikan sunset dengan latar Gunung Agung di Bali.
Sayangnya, sore itu agak mendung jadi Gunung Agung sama sekali tidak terlihat. Tapi sunsetnya masih mengesankan. Saya duduk di pantai beralas pasir menikmati tenggelamnya matahari. Di ujung pantai, lampu-lampu mulai menyala dan senja kemudian pergi.
Tiba-tiba, saya merasa sangat lapar. Ternyata saya tidak makan siang. Saya bangkit dari duduk dan meninggalkan Pantai Senggigi. Di Senggigi Plaza, semacam pusat kuliner dan hiburan, saya menemukan warung makan Manado. Entah karena sudah malam, tidak banyak tempat makan yang buka. Jadi warung makan Manado itu lah pilihan paling cocok buat kantong saya.
Suasana di sekitaran Senggingi Sentral begitu tenang. Tidak banyak orang keluar malam. Bahkan tempat hiburan seperti tidak ada aktivitas. Mungkin karena hari Senin. Sehabis makan malam, saya kembali ke homestay. Padahal malam baru saja mulai.
Sebenarnya ada beberapa aktivitas dan destinasi yang bisa dikunjungi di sekitaran Senggigi. Di Batu Bolong bisa mengunjungi Pura Batu Bolong yang berada di tepian laut. Berdiri di atas batu seperti Pura di Bali. Kemudian bersantai dan berenang di Pantai Senggigi atau berselancar.
Di Senggigi Sentral ada pasar seni dengan toko-toko yang menjual berbagai macam kerajinan tangan, kaos, sarung khas Lombok, dan beragam souvenir lainnya. Bagi yang ingin suka icip-icip atau kulineran, banyak restoran di pasar seni ini. Letaknya di bagian pantai jadi bisa melihat pemandangan laut dan sunset sambil mencicipi hidangan khas Indonesia dan Western Food.
Nah bagi yang suka adventure, di bagian selatan sekitaran Senggigi Reef, bisa snorkeling. Senggigi Reef punya koral-koral yang bagus. Di sebelah kiri Senggigi Reef adalah tempat surfing. Anjungan spot yang paling populer untuk melakukan surfing. Kalau tidak bisa surfing, jangan sedih, karena masih bisa canoing di sekitar pantai jika cuaca bagus.
Beralih bagian utara Senggigi atau sekitar 2 kilometer dari Sengigi Sentral ada Kerandangan yang juga punya pantai. Lalu di lembah Kerandangan ada Taman Wisata Alam atau Kerandangan Nature Reserve. Di Taman Wisata Alam ini bisa melakukan hiking dengan pemandangan hutan dan sungai. Pengunjung akan menemukan banyak monyet-monyet yang sudah akrab dengan manusia.
Tapi semua itu hanya bisa dilakukan siang hari. Sementara malam-malam tidak ada tempat hiburan yang buka, jadi bingung juga mau ngapain. Handphone akhirnya jadi sarana hiburan. Dan malam itu saya memutuskan hanya satu hari saja di Senggigi. Saya memutuskan untuk segera ke Gili Trawangan keesokan harinya. Saya pesan shuttle bus melalui pemilik homestay.
Shuttle bus salah satu pilihan selain taksi untu menuju Pelabuhan Bangsal sebelum menyeberang ke Gili. Sewanya saya agak lupa. Antara Rp50 ribu atau Rp75 ribu. Tapi saya meyakini Rp 75 ribu. Minta nota sebelum berangkat.
Saya pikir shuttle bus ini akan membawa banyak penumpang. Besok harinya saat mau berangkat barulah tahu shuttle bus berupa minibus ini hanya membawa saya. Padahal sebelumnya berharap akan banyak turis asing bersama saya.
Saya duduk di kursi depan berdampingan dengan sopir. Dan itu pilihan yang sangat tepat. Karena sepanjang perjalanan, pemandangan sangat menarik. Terutama di sekitaran Senggigi dan Kerandangan. Pemandangan laut di sisi kiri dan bukit di sebelah kanan. Rumah-rumah dan villa di perbukitan tampak indah terlihat.
Perjalanan ditempuh sekira 30 menit dan saya diturunkan di depan hostel sekaligus restoran di jalanan menuju Pelabuhan Bangsal. Entah itu strategi. Hostel itu punya agen perjalanan dan menjual tiket penyeberangan ke Gili dan travel ke Mataram atau tujuan lainnya.
Saya menanyakan shuttle bus atau travel untuk ke Mataram dan mereka memberikan harga Rp100 ribu termasuk tiket penyeberangan ke Gili Trawangan. Saya hitung-hitung, relatif murah. Karena shuttle bus dari Senggigi saja sudah Rp75 ribu. Sementara tarif penyeberangan ke Gili Trawangan dengan public boat Rp15 ribu ditambah uang masuk Gili Trawangan Rp2 ribu.
Saya beli dan diberikan selembar kertas. Lalu diajak ke Pelabuhan Bangsal. Staf hostel itu membeli tiket penyeberangan ke Gili Trawangan untuk saya. Dan dia menyerahkannya ke saya. Loket penjualan tiket ini berada persis di tepi pantai.
Pelabuhan ini tidak punya dermaga. Jadi perahu langsung merapat di bibir pantai dan penumpang harus melepas alas kaki sebelum naik. Kalau mengenakan celana panjang ya mesti digulung supaya tidak basah.
Penumpang kapal bercampur antara turis, penduduk lokal, dan barang. Kapal berangkat setelah muatan penuh. Meski begitu, masih leluasa dan nyaman. Saya yang suka laut kegirangan melihat air laut dan gili-gili dari kejauhan. Tak terasa, kapal mendekati Gili Trawangan. (bersambung)
(943)
One Comment